Star Ferry Pier & Pelayaran Victoria Harbour — Menyeberangi Denyut Kota Hong Kong
Star Ferry Pier & Pelayaran Victoria Harbour — Menyeberangi Denyut Kota Hong Kong
Saya masih ingat detik ketika saya naik ke dek atas feri warna hijau-putih itu di dermaga sisi Kowloon. Di sekitar geladak, angin laut membawa aroma asin yang lembut, motor-perahu melintas perlahan, sementara di seberang perairan terbentang siluet kota yang tak pernah benar-benar tertidur. Rute pendek itu — menyeberangi Victoria Harbour dengan Star Ferry — ternyata bukan hanya soal menyeberang air, melainkan tentang merasakan denyut sebuah kota. Dermaga Star Ferry dan pelayaran di pelabuhan Hong Kong memberi cerita hidup yang patut disimak.
Sebuah pemula yang sederhana
Kisah Star Ferry bermula di era akhir abad ke-19. Sebelumnya, menyeberangi pelabuhan antara Kowloon dan Hong Kong Island dilakukan dengan perahu kayu sederhana, yang bagi banyak orang adalah pilihan penuh risiko. Kemudian seorang pedagang Parsi bernama Dorabjee Naorojee Mithaiwala memulai layanan feri uap yang secara reguler menyeberangkan orang dari Kowloon ke Pulau Hong Kong—cikal-bak dari Star Ferry yang ada hari ini. Dari sinilah dermaga Star Ferry berkembang menjadi titik penting dalam transportasi dan juga ikon budaya kota ini.
Dermaga sebagai penanda kota
Dermaga Star Ferry memiliki atmosfer yang khas. Bayangkan Anda berjalan di tepi dermaga Kowloon—langkah kaki Anda mengiringi suara bel kapal, deru mesin feri, dan lampu-lampu kota mulai menyala di kejauhan. Dermaga bukan sekadar titik tunggu, tetapi sebuah persimpangan: antara kota dan laut; antara masa lalu dan sekarang. Di sinilah banyak pengunjung dan warga lokal berhenti sejenak, menatap ke pelabuhan, menarik napas dalam-dalam, dan merasa bahwa mereka bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Pelayaran yang mengubah sudut pandang
Saat feri mulai bergerak, musik kerlip kota pun berubah posisi. Gedung-gedung pencakar di area Central tampak bergeser perlahan, pelabuhan menjadi ruang terbuka antara dua sisi kota. Waktu tempuhnya biasanya hanya sekitar 8 – 12 menit untuk rute utama antara Tsim Sha Tsui (di Kowloon) dan Central atau Wan Chai (di Hong Kong Island). Tapi jangan biarkan durasi singkat itu menipu—pengalaman di atas dek itulah yang membuat pelayaran ini terasa begitu bernilai.
Dek atas adalah pilihan banyak pengunjung karena pemandangannya terbuka, anginnya terasa lebih lepas, dan suara kota yang direfleksikan di air terdengar lebih hidup. Di tengah pelayaran, Anda bisa menoleh ke belakang—Kowloon membentang rapat dengan lampu-lampu yang mulai berwarna—kemudian melihat ke depan, Pulau Hong Kong dengan gedung-gedungnya yang tinggi dan pelabuhannya yang tersusun seperti magnet bagi mata. Angin mengusap wajah Anda dan seketika, kota terasa bukan sekadar bangunan, tetapi nafas yang mengalir.
Waktu terbaik dan cerita malam
Pelayaran pada sore hari hingga malam punya pesona tersendiri. Saat langit meredup dan lampu-lampu kota mulai menari di atas gelombang, feri Star Ferry lewat pelabuhan dengan cara yang benar-benar berbeda. Banyak orang memilih waktu ini untuk mendapatkan panorama terbaik. Saat pelayaran malam, Anda juga bisa memilih layanan rute satu jam yang disebut “Harbour Tour” untuk menikmati pelayaran yang lebih panjang dan santai. Di dek terbuka feri itu, saya melihat pasangan muda yang bersandar satu sama lain, ibu-anak yang tertawa melihat kapal besar lewat, dan seorang pria tua yang hanya memandangi siluet kota sambil mengusap dagu—semuanya mengisi ruang laut dengan cerita mereka sendiri.
Kenangan yang diambil pulang
Setelah feri merapat kembali di dermaga, suara mesin mereda dan langkah kaki kembali ke darat. Namun pengalaman itu terus hidup di kepala saya. Dermaga Star Ferry dan pelayaran di Victoria Harbour memberi sudut pandang baru: kota yang biasanya kita lihat dari jalan atau gedung, kali ini dilihat dari tengah air, dengan refleksi cahaya yang memanjang, dan arus manusia yang melintas di atas ban-ban kapal kuning-hijau.
Saya mengenang momen ketika kapal memasuki dermaga, dan saya menoleh ke sisi lengan kapal—melihat lekuk ban pelampung kuning, papan kayu berwarna hijau, dan tulisan “STAR FERRY” tertulis vintage. Dan saat saya melangkah turun, saya sadar bahwa saya membawa pulang lebih dari foto: saya membawa rasa bahwa kota ini punya nostalgia yang hidup, punya jalur yang tak hanya menghubungkan dua titik geografi, tetapi dua rasa: cepat dan lambat, modern dan tradisi.
Tips agar pengalaman terasa lebih personal
Pilih waktu manis: naik sekitar sore hingga menjelang malam agar bisa menikmati matahari turun dan lampu kota menyala.
Dek atas adalah pilihan terbaik untuk pemandangan—tapi dek bawah juga menawarkan suasana yang lebih bersahaja dan teduh, cocok bila angin laut terasa terlalu kencang.
Datanglah melalui dermaga di Tsim Sha Tsui agar Anda bisa mengambil langkah santai dari promenade tepi laut dan menikmati persiapan pelayaran.
Gunakan kartu transportasi lokal untuk kemudahan—tapi jangan ragu membeli tiket satu arah jika Anda hanya berniat menikmati pelayaran.
Duduklah di dekat tepi kapal, pegang pagar kayu, dan biarkan gelombang kecil menemani Anda. Kadang pengalaman terbaik bukan di foto yang sempurna, tetapi di detik ketika angin mengenai wajah dan Anda tersenyum kecil.
Penutup — Menyeberangi cerita kota
Dermaga Star Ferry dan pelayaran Victoria Harbour bukan hanya soal menyeberang dari satu sisi kota ke sisi lain. Itu adalah tentang menyebrangi zona waktu: dari masa lalu ke masa kini, dari darat ke air, dari rutinitas ke jeda kecil. Di dek kapal saya menemukan bahwa kota ini berdetak tidak hanya melalui arus manusia dan kendaraan, tetapi juga melalui air, kapal-kecil yang sederhana, dan lampu yang memantul sepanjang malam. Ketika Anda berada di kapal, lihat ke horizon—dan biarkan pelayaran itu menyadarkan Anda bahwa kita semua, pada dasarnya, penumpang kecil di antara dua dunia: darat dan laut, lalu kisah yang menghubungkannya.
Baca Juga : Program visit bromo, tumpak sewu, ijen menawarkan perjalanan wisata yang praktis dan terjadwal menuju Gunung Bromo. Peserta akan dijemput dari Malang, kemudian mengunjungi spot ikonik seperti Spot Sunrise Penanjakan, Lautan Pasir, dan Kawah Bromo. Paket ini cocok bagi wisatawan yang ingin berpetualang tanpa repot mengatur transportasi sendiri.


